POLEWALI, DELIK.ID — Peserta Festival Saeyyang Pattudu tampil memukau di hadapan Ketua Komite Nasional Infonesia untuk Unesco dan masyarakat Kabupaten Polewali Mandar yang memenuhi tribun stadion H.S Mengga Sport Center Polewali. Selasa 23 Mei.
Sekira 175 ekor kuda menari atau saeyyang pattudu dengan jumlah peserta 1800 an orang peserta dari 16 Kecamatan yang terdiri dari Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Praktik Kegiatan Belajar Masyarakat ini berhasil memukau para tamu undangan dan masyarakat serta undangan yang hadir dalam Festival Saeyyang Pattudu menuju warisan budaya dunia.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Itje Khodijah menyampaikan, saya sangat bangga bisa sampai di Polman dan menyaksikan secara langsung Saeyyang Pattudu yang ingin didaftarkan sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO. Tentunya perjalanannya masih panjang namun ketika menyaksikan betapa Festival ini menjadi milik rakyat yang bukan hanya sekedar festival dan tampaknya akan bisa menjadi nilai tambah untuk pengajuan saeyyang Pattudu menjadi budaya tak benda yang diakui dunia.
“Pengajuan aktifitas kebudayaan seperti ini yang sudah sangat berharga menjadi warisan budaya tak benda tentunya setelah didaftarkan dan kemudian diterima itu adalah bagaimana menjaganya, bukan hanya berupa festivalnya tetapi mempertahankan ritual dan seluruh filisofi yang ada karena yang menjadi warisan adalah seluruh rangkaian budayanya,” jelas Itje Khodijah.
Lanjutnya, proses untuk ditetapkan butuh waktu yang cukup lama yakni didaftarkan tahun ini itu akan disidangkan tahun depan baru akan disidangkan, disidang akan diputuskan apakah memenuhi syarat untuk ditetapkan atau masih belum.
Itje Khodijah memaparkan, yang penting untuk dilenglapi adalah urain sejarah saeyyang pattudu itu sendiri, filosopi dan lainnya dan masih harus melalui proses pengisian dokumen yang diminta.
Dalam kesempatan tersebut ia juga menyampaikan, ada empat warisan budaya lainnya yang didaftarkan yakni tenun, tempe, jamu dan reog ponorogo.
Ditempat yang sama, Bupati Polman Andi Ibrahim Masdar menyampaikan Festival Saeyyang Pattudu Insya Allah akan memberikan manfaat bukan hanya bagi Polman tapi seluruh elemen bangsa ini. Pada tahun 2013 lalu Saeyyang Pattudu telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai warisan budaya tak benda yang demikian saeyyang pattudu bukan hanya milik masyarakat mandar saja tapi milik seluruh masyarakat Indonesia.
“Melalui kesempatan ini kami berharap Saeyyang Pattudu dapat ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda urutan ke 13 untuk dunia,” tutur Bupati Polman Andi Ibrahim Masdar.
Ia juga menyampaikan, terimakasih kepada seluruh masyarakat Polman dan Perwakilan UNESCO yang telah hadir menyaksikan festival saeyyang pattudu. Ia meminta kepada Kadis Pendidikan dan Kebudayaan agar melengkapi seluruh persyaratan yang diminta UNESCO.
“Warisan budaya nenek moyang kita ini harus terus kita jaga kelestariannya dengan terus menggelorakannya dan memotivasi pemilik kuda menjaga tradisi ini,”terang Andi Ibrahim Masdar.
Ia juga mangatakan di Polman ada banyak budaya yang mesti didaftarkan untuk mendapat pengakuan dunia.
Sementara itu, Kepala Disdikbud Polman Andi Masri Masdar kegiatan ini terselenggara berkat dukungan berbagai pihak dan kerja keras jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Polman.
“Kita lakukan koordinasi dengan UNESCO dengan Dirjen Kebudayaan sehingga acara ini bisa dihelat dan rangkain kegiatannya akan digelar esok untuk focus group discussion,” jelas Andi Masri.
Lanjutnya, proses ini tidak berhenti sampai disini tapi prosesnya masih panjang dan kami dari Dinas sudah menyiapkan berbagai dokumen penunjang agar saeyyang pattudu ini bisa benar-benar menjadi warisan budaya dunia yang memang bukan hanya milik Polman dan Indonesia tapi semua dunia.
Dapat rezeki tambahan dari ajang Festival, para peserta terdiri dari pemain rebana dan pesarung mengungkapkan kebahagian tersendiri dari pelaksanaan Festival tersebut. Menurut mereka kegiatan seperti adalah rezeki tambahan bagi mereka diluar kegiatan lainnya.
“Kami senang ada kegiatan seperti ini karena ini adalah budaya kita yang memang harus dijaga.” jelas Imran.
Peserta lainnya juga mendalat rezeki tambahan karena mendapat upah sebagai pesarung dan sebagai penabuh rebana, meski nilainya tak seberapa mereka tetap senang bisa ikut serta mensukseskan kegiatan budaya asli mandar. (bdt)