DELIK.ID — Pacar atau pacaran, istilah itu biasanya di dengar dari kaula muda dengan arti tanda mewujudkan cinta kepada seorang cewek ke cowok atau sebaliknya.
Tahukah anda asal muasal kata pacar atau pacaran itu. Istilah “pacar” menurut budaya Melayu berasal dari sebutan pewarna kuku yang dipakai pada dua orang muda mudi yang ketahuan saling tertarik oleh keluarganya.
Menurut ustadz Salim A. Fillah di akun Youtube Dasuki Mahat definisi pacaran berasal dari budaya Melayu.
“ Sebenarnya Istilah pacar menurut budaya Melayu sendiri berasal dari sebutan pewarna kuku yang dipakai pada dua orang muda mudi yang ketahuan saling tertarik oleh keluarganya,” kata Salim A. Fillah.
Ada juga cerita menarik menurut Ustad Salim dalam cerita melaya jaman dahulu. Ketertarikan pria kepada wanita idamannya ditandai dengan cara unik namun romantis.
” Dahulu jika ada seorang gadis tumbuh dewasa dan ada seorang bujang yang mencintainya. Maka si bujang pada malam bulan purnama membawa serulingnya, mendekati rumah si gadis yang rumahnya rumah panggung, ditiuplah seruling sambil berpantun cinta dengan suara sengaja agak dikeraskan agar penghuni rumah mendengar semua.” Ungkap Salim
Bapak si gadis kemudian turun dari tangga pelan-pelan ke bawah untuk menangkap basah pemuda tersebut. Kemudian dibawa masuk ke ruang tamu dan diajak saling berbalas pantun.
” Intinya, si bapak menanyakan si pemuda, cuma main-main, iseng, atau serius betul-betul niat menikahi anaknya.” Jelas Salim
Jika kemudian pantunnya klop artinya si bujang betul-betul serius, maka si gadis dipanggil keluar, duduklah mereka berdua di situ, mengikat janji akan segera menikah.
Untuk memberi waktu si bujang dalam rangka mempersiapkan pernikahan, maka diberi waktu dengan cara di kuku si gadis dan si bujang dioleskan cat dari daun pacar atau inai yang warnanya merah.
” Setelah dipakaikan pacar di tangan keduanya, pemuda dan gadis tersebut sudah bisa dibilang memiliki hubungan.” Tutur Salim
Hubungan yang telah terjalin antara pemuda dan gadis inilah yang disebut dengan istilah “pacaran.” Sebutan tersebut hingga kini masih digunakan pada dua insan yang tengah menjalin hubungan asmara.
“Dahulu budaya pacaran sangat berbeda dengan muda-mudi saat ini. Meski keduanya dinyatakan menjalin hubungan pacaran, tapi mereka tidak terang-terangan memamerkan kemesraan di depan umum. Keduanya akan betul-betul menjaga selama menjalin hubungan pacaran sebelum pernikahan terjadi,” ujar Fillah.
Inai yang dioleskan pada kedua muda-mudi tersebut akan bertahan dalam jangka waktu tiga bulan. Untuk itu selama tiga bulan sang pemuda harus mempersiapkan segala kebutuhan untuk melamar sang gadis. Begitu juga dengan si perempuan, tidak keluar rumah atau dipingit untuk mendapatkan kursus itensif dari ibunya tentang bagaimana cara berumah tangga.
Jika sampai inai di tangan mereka hilang dan belum juga ada lamaran atau konfirmasi lebih lanjut. Maka si gadis berhak untuk memutuskan hubungan tersebut dan menerima pinangan lelaki lain. ( D11)