PAREPARE, DELIK.ID – Angka pengangguran di Kota Parepare yang berada di 6,42 persen adalah rendah untuk tingkat kota.
Itu sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan untuk tingkat pengangguran terbuka di Sulsel, per Agustus 2019.
Data ini justru dinilai positif atau sangat baik untuk kota sekelas Parepare, karena angka pengangguran tingkat kota biasanya pada 9 persen ke atas.
Hal ini ditegaskan Wakil Ketua DPRD Parepare, M Rahmat Sjamsu Alam di DPRD Parepare, Senin, (9/12/2019).
Rahmat mengemukakan, dibanding dua kota lainnya di Sulsel yakni Makassar dan Palopo, tingkat pengangguran di Parepare justru paling rendah.
“Tingkat pengangguran di Kota Makassar 10,39 persen dan Palopo 10,32 persen. Sementara Parepare hanya 6,42 persen. Itu kita rendah untuk tingkat Kota,” ucap Legislator Partai Demokrat, ini.
Rahmat menekankan, angka pengangguran kota dan kabupaten tidak bisa disandingkan, karena beda indikator.
“Silakan tanya pakar dan ahli ekonomi atau lihat di internet, kecenderungan pengangguran di kota lebih besar dibanding kabupaten. Indilatornya, pertama, orang yang tidak bekerja di kabupaten cenderung ke kota untuk mencari pekerjaan. Kedua, kalangan intelektual yang sudah menyelesaikan pendidikan atau kuliah di kota cenderung masih tinggal di kota untuk mencari pekerjaan. Nah, justru Parepare yang hanya 6,4 persen tingkat penganggurannya mendekat kabupaten yang berada di angka 5,7 persen. Atau selisih tidak sampai 1 persen,” tutur Rahmat Sjamsu Alam.
Dengan begitu, Ketua DPC Partai Demokrat Parepare ini meyakinkan, persentase dan tren grafik tingkat pengangguran di Parepare, positif.
“Menurut saya sangat bagus dibanding dua kota lain di Sulsel yakni Makassar dan Palopo, karena Parepare paling rendah. Jauh beda selisihnya. Padahal melihat Parepare, dengan banyaknya perguruan tinggi dan faktor metropolis lainnya seharusnya berada di angka 10 persen,” ungkap Rahmat.
Di kabupaten, menurut Rahmat, tingkat pengangguran memang rendah, karena hampir semua orang bekerja mulai petani, tukang kebun, dan lainnya. Sementara kota memang pusat pengangguran, karena faktor metropolisnya.
“Jadi tidak bisa disamaratakan kota dan kabupaten. Lihat faktor sebab akibatnya, persentasenya, dan tren kecenderungannya, supaya penilaian bisa subyektif,” tandas legislator dua periode ini. (k13)