Delik.id — Ikhtisar dari thesis Von Savigny dapatlah digariskan dalam kata-katanya sendiri sebagai berikut :
“Pada masa-masa terdahulu dimana sejarah yang otentik berkembang, kita akan mendapatkan bahwa hukum telah mempunyai watak yang tertentu, yang bersifat khas dari rakyat yang bersangkutan seperti halnya bahasa, tingkah laku dan konstitusi mereka.
Tidak, fenomena-fenomena ini tidak mempunyai eksistensi yang terpisah, mereka hanyalah sifat-sifat khas dari masing-masing rakyat, tak terpisah dan pada hakekatnya bersatu dan hanya tampaknya saja berbeda dalam penglihatan kita. Yang mengikat mereka menjadi suatu keseluruhan ialah konvensi umum dari rakyat. Kesadaran sebangsa karena kebutuhan batiniah mengeklusifkan semua bangsa-bangsa lain yang tak mempunyai asal usul yang sama.
Hukum tumbuh dengan pertumbuhan rakyat, dan menjadi kuat bersama dengan kekuatan rakyat dan akhirnya mati ketika suatu bangsa kehilangan nasionalitasnya. Maka kesimpulan dari teori ini adalah hukum kebiasaan dibentuk yaitu mula-mula ia berkembangmelalui kebiasaan dan keyakinan rakyat, kemudian melalui Jurisprudensi, jelaslah bahwa dimanapun juga hukum dibentuk oleh suatu kekuatan-kekuatan yang bekerja secara diam-diam, tidak melalui kemauan arbiter pembuat undang-undang”
Menurut Von Savigny, hukum timbul bukan karena perintah penguasa atau kebinasaan, tetapi karena perasaan keadilan yang terletak di dalam jiwa bangsa itu. Jiwa bangsa itulah yang menjadi sumber hukum. Karena itu, Savigny mengeluarkan pendapatnya yang amat terkenal bahwa hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh bersama masyarakat. Pendapat Savigny amat bertolak belakang dengan pandangan positivisme, sebab mereka berpendapat bahwa dalam membangun hukum maka studi terhadap sejarah atau bangsa mutlak diperlukan. Pendapat tersebut oleh Puchta dibenarkan dan dikembangkan dengan mengajarkan bahwa hukum suatu bangsa serikat pada jiwa bangsa yang bersangkutan.
Perjalanan Sejarah Hukum Negara-Negara
Sepanjang sejarah hukum, bahwa determinan terbesar yang mem-pengaruhinya adalah perang, revolusi, pemberontakan dan pergerakan filosofis, ideologis, sosio-ekonomi serta hukum yang besar. Sejarah hukum merupakan bagian integral dari perbandingan hukum. Karl Popper mengamati bahwa :
Takkan pernah ada sejarah masa lalu seperti yang terjadi sesungguhnya; yang ada hanyalah interpretasi historis dan tak satu pun dari interpretasi itu yang bersifat final. Apa yang disebut ‘sumber’ catatan sejarah hanyalah fakta-fakta yang dianggap cukup menarik untuk dicatat, sehingga sumber-sumber tersebut seringkali hanya mengandung fakta-fakta yang sesuai dengan teori yang telah dibayangkan sebelumnya.
Terdapat tiga sistem hukum yang dikenal di dunia, yakni sistem civil law dan common law. Sistem-sistem hukum tersebut senantiasa merupakan sistem hukum secara garis besar. Perjalanan dan sejarah dari setiap sistem hukum tersebut tentu saja dapat dijadikan sebagai perjalanan hukum yang ada di dunia. Karena bagaimanapun juga hukum yang ada pada dunia ini sebagian besar merujuk pada kedua sistem tersebut. Untuk itulah perlu kiranya untuk melihat secara menyeluruh sejarah hukum-hukum tersebut sebagai berikut:
A. Sistem Civil Law
Sistem Civil Law berawal dari sejarah hukum Romawi, untuk itulah diperlukan sejarah hukumnya, sedangkan sebagian besar catatan dan karya monumental kuno Roma dibakar oleh bangsa Gaul, pada 390 tahun SM dan apa yang diwarisi saat ini adalah cerita-cerita fiktif oleh penulis zaman selanjutnya. Dalam sejarah hukum Romawi terdapat dua fase hukum, yakni pertama, periode kompilasi yang dilakukan oleh Kaisar Justinian, yang diantaranya adalah Codex dan Digest. Kedua, periode yang dimulai dengan studi terhadap karya-karya Justinian di beberapa universitas di Italia pada akhir abad ke 11 M, periode ini juga disebut sebagai Renaissance of Roman Law.
Pada abad ke-146 SM, bangsa Romawi berhasil menaklukkan Yunani. Berdampak pada bangsa Romawi mengasimilasikan kebudayaan Yunani ke dalam kebudayaan Romawi, baik dari segi seni, filsafat, dan hukumnya.
Modifikasi tersebut menciptakan sistem yang hampir sempurna bagi bangsa Romawi. Di kota yunani nampaknya hukum perdata tidak begitu berkembang dibandingkan dengan hukum tata negara, pada tumpukkan penemuan kembali sumber-sumber historis ternyata sangat sedikit dijumpai institusi-institusi hukum perdata didalamnya (kecuali “kodex” Gortyn dan sumber-sumber Athene tertentu). Apabila yunani mempunyai pengaruh tertentu terhadap hukum kita masa kini, maka hal tersebut terlaksana melalui perantaraan bangsa Romawi.
Memang ditemukan beberapa istilah-istilah yunani melalui bahasa latin dan bahasa perancis untuk diserap oleh bahasa belanda seperti misalnya : hupotekhe (Hipotek). Dalam abad-abad V-IV SM Athena mengenal sebuah hukum perdata individualstis dengan mutu yang cukup memadai. Keluarga terbatas pada “oikos” (rumah) artinya sampai pada keluarga kecil yang terdiri dari orang tua dan anak-anak dan tidak lebih besar daripada Genos.
Pada abad ke-5 M, kekaisaran romawi runtuh. Namun warisan bangsa Romawi tidaklah lenyap, pada abad ke-6 M hukum Romawi mengalami perkembangan. Itu terjadi pada bagian timur kekaisaran Romawi, yang disebut kekaisaran Byzantium. Oleh perintah kaisar Iustinianus, para sarjana hukum menyusun Codex Juris Romani atau Corpus Juris Civilis. Kekaisaran Byzantium bertahan hingga abad ke-15 M, setelah direbut oleh Sultan Osman, kini Byzantium dikenal sebagai Istambul.
1. Sejarah Hukum Perancis
Selama berabad-abad, Perancis memiliki adat kebiasaan yang beragam, karena terdiri dari lebih 60 wilayah geografis yang terpisah yang memiliki peraturan sendiri-sendiri. Perancis masuk dalam bagian kekaisaran Romawi, sehingga hukum Romawi berlaku di wilayah ini, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, adat istiadat tetap bertahan. Telah kita ketahui bersama bahwa ajaran hukum Romawi sebenarnya mengatur hukum privat yang dipraktekkan oleh semua bangsa, hukum antara bangsa tidak terwujud. Pengaruh hukum Romawi terhadap perkembangan hukum cukup besar, khususnya melalui ius gentium (timbulnya hukum bangsa-bangsa). Melalui jalan inilah hukum Romawi menjadi sumber utama dari hukum perdata modern.
Sejak abad ke-5 Masehi, kekaisaran Romawi mengalami kehancuran. Akan tetapi hukum Romawi mampu bertahan di negara Jermanik, khususnya kerajaan Visigoth, Burgandia, dan Frank. Eksistensi hukum Romawi ini disebabkan oleh pengundangan peraturan hukum Lex Romana Visigithorum oleh Raja Visigoth, Alaric II, yang terdiri dari ringkasan dari Leges dan Jus, serta ringkasan yang diambil dari Code of Theodisius.
Lex adalah dokumen yang disebut constitutions, yang berisi opini, pengundangan, dan keputusan yang telah diturunkan dari beberapa kaisar secara langsung . Sedangkan Jus terdiri atas beberapa tulisan dari para ahli hukum, interpretasi dan perkembangan sumber-sumber hukum yang lebih tua, bahkan sampai pada abad pertengahan ke-3 Masehi.
Pada Abad ke-13, hukum Perancis menjadi dua bagian yakni, wilayah droit ecrit (hukum tertulis) di bagian selatan, dan wilayah droit coutumier (hukum adat) di bagian utara. Di bagian selatan adalah tempat hukum tertulis dan peradaban Romawi berjaya. Sehingga ketika Renaissance (kehidupan kedua Romawi) berlangsung, maka penerimaan terhadap hukum tersebut lebih mudah diterima sebagai hukum praktis di wilayah tersebut. Berkebalikan dengan wilayah selatan, yakni wilayah utara berlaku adat istiadat dari Jermanik. Diantara kedua wilayah tersebut tidak ada pemisahan yang sempurna karena sebelumnya kedua wilayah itu berasal dari adat istiadat setempat. Pada akhirnya, semua adat istiadat lokal perlahan menghilang dan digantikan oleh hukum Romawi. Demikian juga, bagian utara Perancis, meski common law, hukum kontrak dan obligasi menggunakan hukum Romawi sebagai hukum suplementer.
Hal tersebut terjadi percampuran hukum, dan tidak ada konflik dalam hal percampuran tersebut.
Pada abad ke-15 sampai abad 17, sebagian besar hukum adat Perancis dikodifikasikan menjadi hukum tertulis. Banyak ordonansi kerajaan yang telah dikeluarkan terkait prosedur perdata atau pidana. Pada saat ini juga terdapat kumpulan hukum yang dirumuskan oleh para hakim dari berbagai sidang pengadilan, yang dikeluarkan oleh parlemen de Paris yang dikenal dengan sebutan Custom of Paris. Kumpulan hukum ini menuntun ke sebuah studi yang lebih rinci. Prinsip-prinsip umum diambil dan dijadikan sebagai rujukan serta diaplikasikan ke seluruh Perancis. Hal inilah yang menjadikan hukum Perancis mulai dikenal secara umum.